Perbedaan Pendapat Antara Golongan Muda dan Golongan Tua tentang Proklamasi
Assalamualaikum. Ini adalah salah satu tugas sejarah yang selalu dikumpulkan disetiap minggunya. Semoga bermanfaat :)
Narisa Nur Istikharotullaila
1113015000018 ( 4A)
Sejarah Indonesia Baru
Perbedaan Pendapat Antara Golongan Muda Dan Golongan Tua
Tentang Proklamasi
Dipost oleh Mansyur
Berita tentang kekalahan
Jepang diketahui oleh sebagian golongan muda melalui radio siaran luar negeri.
Pada malam harinya, Sultan Syahrir menyampaikan berita itu kepada Moh. Hatta.
Syahrir juga menanyakan mengenai kemerdekaan Indonesia sehubungan dengan
peristiwa tersebut. Moh. Hatta berjanji akan menanyakan hal itu kepada
Gunseikanbu. Setelah yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada sekutu, Moh.
Hatta mengambil keputusan untuk segera mengundang anggota PPKI.
Selanjutnya golongan muda
mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Jalan Pegangsaan
Timur, Jakarta. Rapat dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus 1945, pukul 20:30
waktu Jawa. Rapat yang dipimpin oleh Chaerul Saleh itu menghasilkan keputusan
“kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat
digantungkan pada orang dan negara lain. segala ikatan dan hubungan dengan
janji kemerdekaan dari Jepang harus diputuskan dan sebaliknya diadakan
perundingan dengan golongan muda agar mereka diikutsertakan dalam pernyataan
proklamasi.
Keputusan rapat itu
disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada pukul 22:30 waktu Jawa kepada Ir.
Soekarno di rumahnya, Jln. Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Kedua utusan itu
segera menyampaikan keputusan golongan muda agar Ir. Soekarno segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu hadiah dari Jepang.
Tuntutan Wikana yang disertai ancaman bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika
Ir. Soekarno tidak menyatakan proklamasi keesokan harinya telah menimbulkan
ketegangan. Ketegangan itu juga disaksikan oleh golongan tua lainnya, seperti
Drs. Moh Hatta, Dr. Buntaran, Dr Samsi, Mr. Ahmad Subardjo, dan Iwa
Kusumasumantri.
`Dalam diskusi antara
Darwis dan Wikana, Moh. Hatta berkata
“Dan kami pun tak dapat ditarik-tarik atau didesak supaya mesti juga
mengumumkan proklamasi itu. kecuali jika saudara-saudara memang sudah siap dan
sanggup memproklamasikan. Cobalah! Saya pun ingin melihat kesanggupan
Saudara-saudara!” Utusan itu pun menjawab “Kalau begitu pendirian
Saudara-saudara berdua, baiklah! Dan kami para pemuda-pemuda tidak dapat
menanggung sesuatu jika besok siang proklamasi belum juga diumumkan. Kami
pemuda-pemuda akan bertindak dan menunjukkan kesanggupan yang saudara kehendaki
itu!”
Golongan muda yang
diwakili oleh Chairul Saleh, Wikana, Sukarni, Hanafi, dll, bertekad untuk
dipercepatnya pembacaan Proklamasi oleh Bung Karno.
Proklamasi, ternyata
didahului oleh perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan golongan tua.
Baik golongan tua maupun golongan muda, sesungguhnya sama-sama menginginkan
secepatnya dilakukan Proklamasi Kemerdekaan dalam suasana kekosongan kekuasaan
dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenai cara melaksanakan
proklamasi itu terdapat perbedaan pendapat. Golongan tua, sesuai dengan
perhitungan politiknya, berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa
pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama dengan Jepang.
Karena itu, untuk
memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang terorganisir.
Soekarno dan Hatta, dua tokoh golongan tua, bermaksud membicarakan pelaksanaan
Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (
PPKI ). Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang
dari ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh
golongan pemuda. Mereka menganggap, bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang.
Sebaliknya, golongan pemuda menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan
itu, dengan kekuatan sendiri. Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah
Jepang. Perbedaan pendapat ini, mengakibatkan penekanan-penekanan golongan
pemuda kepada golongan tua yang mendorong mereka melakukan “aksi penculikan”
terhadap diri Soekarno-Hatta .
Tanggal 15 Agustus 1945,
kira-kira pukul 22.00, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, tempat
kediaman Bung Karno, berlangsung perdebatan serius antara sekelompok pemuda
dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan sebagaimana dilukiskan
Lasmidjah Hardi ( 1984:58 ); Ahmad Soebardjo ( 1978:85-87 ) sebagai berikut:
” Sekarang Bung, sekarang!
malam ini juga kita kobarkan revolusi !” kata Chaerul Saleh dengan meyakinkan
Bung Karno bahwa ribuan pasukan bersenjata sudah siap mengepung kota dengan
maksud mengusir tentara Jepang. ” Kita harus segera merebut kekuasaan !” tukas
Sukarni berapi-api. ” Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami !” seru mereka
bersahutan. Wikana malah berani mengancam Soekarno dengan pernyataan; ” Jika
Bung Karno tidak mengeluarkan pengumuman pada malam ini juga, akan berakibat
terjadinya suatu pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran esok hari .”
Mendengar kata-kata
ancaman seperti itu, Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana sambil berkata:
” Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah leherku malam
ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari !”. Hatta kemudian memperingatkan
Wikana; “… Jepang adalah masa silam. Kita sekarang harus menghadapi Belanda
yang akan berusaha untuk kembali menjadi tuan di negeri kita ini. Jika saudara
tidak setuju dengan apa yang telah saya katakan, dan mengira bahwa saudara
telah siap dan sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan, mengapa saudara
tidak memproklamasikan kemerdekaan itu sendiri ? Mengapa meminta Soekarno untuk
melakukan hal itu ?”
Namun, para pemuda terus
mendesak; ” apakah kita harus menunggu hingga kemerdekaan itu diberikan kepada
kita sebagai hadiah, walaupun Jepang sendiri telah menyerah dan telah takluk
dalam ‘Perang Sucinya ‘!”. ” Mengapa bukan rakyat itu sendiri yang
memproklamasikan kemerdekaannya ? Mengapa bukan kita yang menyatakan
kemerdekaan kita sendiri, sebagai suatu bangsa ?”. Dengan lirih, setelah
amarahnya reda, Soekarno berkata; “… kekuatan yang segelintir ini tidak cukup
untuk melawan kekuatan bersenjata dan kesiapan total tentara Jepang! Coba, apa
yang bisa kau perlihatkan kepada saya ? Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan
itu ? Apa tindakan bagian keamananmu untuk menyelamatkan perempuan dan
anak-anak ? Bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah diproklamasikan ?
Kita tidak akan mendapat bantuan dari Jepang atau Sekutu. Coba bayangkan,
bagaimana kita akan tegak di atas kekuatan sendiri “. Demikian jawab Bung Karno
dengan tenang.
Para pemuda, tetap menuntut
agar Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun, kedua tokoh itu
pun, tetap pada pendiriannya semula. Setelah berulangkali didesak oleh para
pemuda, Bung Karno menjawab bahwa ia tidak bisa memutuskannya sendiri, ia harus
berunding dengan para tokoh lainnya. Utusan pemuda mempersilahkan Bung Karno
untuk berunding. Para tokoh yang hadir pada waktu itu antara lain, Mohammad
Hatta, Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Tidak lama
kemudian, Hatta menyampaikan keputusan, bahwa usul para pemuda tidak dapat
diterima dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak
korban jiwa dan harta. Mendengar penjelasan Hatta, para pemuda nampak tidak
puas. Mereka mengambil kesimpulan yang menyimpang; menculik Bung Karno dan Bung
Hatta dengan maksud menyingkirkan kedua tokoh itu dari pengaruh Jepang.
Perbedaan pendapat tersebut sebagai berikut:
- Golongan Muda
·
Menghendaki Proklamasi Kemerdakaan
Indonesia diselenggarakan secepatnya tanggal 16 Agustus 1945
·
Menghendaki Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia terlepas dari pengaruh Jepang
·
Menganggap PPKI buatan Jepang
·
Menganggap golongan tua sangat lamban
- Golongan Tua
·
Menghendaki cepat atau lambat
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak penting, tetapi pada dasarnaya
Proklamasi harus disiapkan secara matang
·
Menghendaki Indonesia dapat merdeka
tanpa pertumpahan darah
·
Menghendaki proses Proklamasi
Kemerdekaan melalui rapat PPKI
·
Golongan tua lebih bersikap hati –
hati
Kesimpulan :
Perbedaan
antara golongan tua dan golongan muda hingga terjadinya peristiwa
Rengasdengklok, menunjukan adanya saling menghargai antara golongan tua dan
golongan muda. Meskipun golongan muda membawa paksa golongan tua(
Sukarno&Hatta), namun mereka tetap menghormati kedua tokoh ini sebagai
Bapak Bangsa. Golongan muda tetap memperlakukan kedua tokoh bangsa itu dengan
hormat. Sukarno&Hatta pun tidak membenci golongan muda. Bahkan kemudian
mereka menuruti keinginan golongan muda untuk memproklamasikan kemerdekaan
tanpa persetujuan Jepang. Mari kita galang persatuan dan kesatuan untuk saling
bermusyawarah.
Komentar
Posting Komentar